TribunMerdeka, Stabat – Sidang ke lima kasus panti rehab milik Terbit Rencana Peranginangin (TRP) kembali digelar di PN Stabat, Ju m’at (12/8/2022) pagi. Sidang dengan nomor perkara 467/Pid.B/2022/PN Stb dengan terdakwa DP dan HS itu, menghadirkan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU). Dari keterangannya, saksi mengatakan tidak mengetahui adanya kekerasan yang dialami korban.
Dalam sidang yang dipimpin Halida Rahardhini SH MHum itu, emapat saksi Kompol Jamal, Awi Chandra, Robin Ginting, Jonter Silalahi dan Hoshua dihadirkan. Awalnya, Kompol Jamal Purba sebagai saksi pelapor pun dicecar. Dari hasil invstigasinya, Kompol Jamal mengatakan, DP memerintahkan rekannya agar Sarianto Ginting (korban) bergantung.
Mata dilakban
Kemudian, orang suruhan DP meneteskan plastik yang dibakar ke tangan dan paha Sarianto. Atas perintah DP juga, Rajes kemudian melakban mata dan tangan korban. Selanjutnya, korban dibawa ke samping panti rehab.
“Di sana, hanya terdengar teriakan atas pemukulan yang dilakukan DP dan HS. Kemudian Sarianto dimasukkan ke dalam kolam. Sarianto kemudian mengangkat tangan dan tak mucul lagi. Kemudian ditemukan sudah tak sadarkan diri,” terang Kompol Jamal, dari hasil invstigasinya terhadap para saksi.
Dari hasil investigasi itu, pada 11 Februari 2022 dilkaukan ekhsumasi (membongkar kuburan) korban. “Kita dapat surat dari dokter ahli forensic yang kesimpulannya mengatakan korban meninggal karena adanya pendarahan pada kepala sebelah kiri,” terang Pamen Polisi yang bertugas di Polda Sumut itu.
Tidak mengetahui penyebab kematian
Saksi ke dua, Kepala Puskesmas Namu Ukur Awi Chandra menerangkan, ambulans puskesmasnya dibawa Fendi Irawan untuk mengantar jenazah. “Saya tidak tahu penyebab meninggalnya korban. Saya juga tidak tahu mayat dari mana dan ke mana diantar. Tahunya setelah Fendi menerangkan kepada saya,” kata Awi.
Awi juga mengaku, ambulans dari puskesmasnya tidak pernah membawa jenazah atau pasien dari panti rehab tersebut. Hanya saja, dia pernah melakukan swab kepada penghuni rehab pada tahun 2021 silam.
Diperiksa di Hotel Grand Sentral
Pada kesaksiannya, Robin, saksi yang ke tiga dalam persidangan itu mengatakan, orang tuanya percaya untuk menitipkannya di panti rehab tersebut. Dia menjelaskan, sempat bertemu Sarianto di sana, dalam keadaan kurus dan sesak napas.
“Saya gak tahu dia (Sardianto) meninggal karena apa. Saat ditanya pembina panti rehab, Sarianto cuma bilang dia minum tuak, bukan pemake sabu. Besoknya, saya kerja dari pagi sampai sore. Saya gak ada melihat DP dan HS datang,” kata pemuda mantan penghuni panti rehab itu.
Di hadapan majelis hakim dan JPU dari Kejari Langkat, serta pensihat hukum (PH) terdakwa, Robin mengaku tiga kali diperiksa polisi. Dia diperiksa di Lobi Hotel Grand Sentral Medan sekira jam 02.00 WIB dini hari.
Diinapkan sebulan
Bersama 7 orang temannya, Robin kemudian diinapkan selama sebulan di sebuah penginapan di Medan oleh aparat kepolisian. Di sana, mereka hanya makan dan tidur. “Saya tidak pernah diperiksa di kantor polisi yang mulia,” ungkapnya kepada majelis hakim.
Perihal Sarianto dilakban dan dimasukkan ke dalam kolam, Robin tidak ada melihatnya. Dia hanya mendengar Sarianto disuruh bergantung, namun bukan DP yang menyuruhnya. Kalau bergantung dan posisi tobat, semua penghuni panti rehab pernah mengalaminya, jika ada kesalahan.
“Selama eman bulan saya di panti rehab, saya tidak pernah melihat kedua terdakwa datang. Kata kawan – kawan, Sarianto meninggal karena sakit,” tegas Robin, sembari menegaskan dia hanya tiga bulan di kereng 1, kemudian dipindahkan ke kereng 2.
Tidak ada penganiayaan
Selanjutnya, Jonter yang merupakan saksi ke tiga dalam persidangan itu menerangkan, dia dan rekannya menjemput Sarianto di sebuah bengkel. Waktu itu, Sarianto berontak. Namun tetap digiring untuk masuk ke mobil. “Saya pegang pinggul korban saat memasukkannya ke mobil,” tutur Jonter.
Pekerja pabrik kelapa sawit milik TRP sejak tahun 2004 itu menambahkan, Sarianto juga ditarik dari dalam mobil agar bisa masuk. Selama di dalam mobil, hanya 2 atau 3 menit korban berontak, sembari bertanya kesalahan apa yang sudah dibuatnya.
Tidak ada pemukulan atau penganiayaan terhadap Sarianto selama dalam perjalanan menuju panti rehab. Setibanya di panti rehab, Jonter turun dan menuntun Sarianto ke dalam tempat rehabilitasi itu. Setelah itu, Jonter dan Tarion pun pulang.
“Kedua terdakwa tidak ada saat Sarianto tiba di lokasi yang mulia. Tiga hari setelah diantar, saya dengar Sarianto meninggal. tetapi saya tidak tahu penyebab kemtiannya. Siang sebelum meninggal, saya lihat korban sedang makan. Saat itu dia mual, katanya masuk angin,” kenang Jonter, sembari mengatakan tidak pernah bertemu dengan TRP, DP dan HS di panti rehab itu.
Berenang di kolam
Setelah Jonter dicecar majelis, kemudian giliran Joshua memberikan kesaksiannya. Dia mengaku tidak mengenali Sarianto Ginting. Pemuda berpostur tinggi itu juga tidak sering berkunjung ke panti rehab tersebut.
“Saya tidak pernah mendengar ada yang meninggal di sana sebelumnya. Saya hanya tahu tempat itu sebagai panti rehabilitasi narkoba. Sore itu sekira jam 17.00 WIB, saya mau membeli sawit,” terang Joshua.
Saat itu, karena kesorean, Joshua dan DP gak jadi hitung – hitungan jual beli sawit. Mereka pun pindah ke rumah DP. Saat di dekat panti rehab itu, Joshua melihat Sarianto berjalan dari samping dapur tempat pembinaan itu menuju kolam.
“Saya hanya menoleh saja. DP waktu itu di depan saya saat memberi makan ayam. Saya hanya mendengar ada orang berenang di kolam. Saya spontan berdiri dan melihat ke kolam, namun tidak ada suara orang yang tadi berenang,” sambungnya.
Memeriksa denyut nadi
Kemudian Joshua pun berteriak kepada penghuni tempat rehab, untuk melihat ke kolam. Saat itu, DP pun berdiri dari tempatnya memberi makan ayam. Beberapa orang kemudian berenang untuk mengangkat Sarianto dari kolam.
Saat itu, Joshua tidak mendekati kolam. tetapi dia melihat DP yang sedang memompa dada korban sembari memeriksa denyut nadinya di depan tempat pembinaan itu.
Kemudian, Joshua mendengar DP memerintahkan orang di sana untuk membawa korban ke klinik. Setelah itu, dia dan DP pergi hitung – hitungan sawit di rumah DP. “Saya tidak tahu Sarianto dibawa ke klinik. Saya dengar dari orang, kalau Sarianto meninggal karena tenggelam,” tegas Joshua.
Tidak seperti di BAP
Sejak sidang ke dua hingga persidangan ke lima, sudah 13 saksi yang dicacar. Namun, dari keterangan pada saksi tersebut, sebahagian besar mengatakan tidak mengetahui adanya penyiksaan yand dialalmi korban.
Bahkan, segahagian saksi yang pernah dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP) oleh aparat kepolisian menegaskan, keterangan mereka di persidangan tidak seperti di BAP. “Keterngan saya di persidangan ini yang bernar yang mulia,” terang saksi, meskipun sudah diingatkan majelis hakim kalau mereka sudah disumpah.
Fakta persidangan
Di luar persidangan, Mangapul Silalahi selaku PH terdakwa menerangkan, dari fakta persidangan atas pemeriksaan 13 saksi, sebahagian dari mereka tidak mengetahui adanya penyiksaan. Hal itu menjadi pembuktian terkait keterlibatan terdakwa DP dan HS dalam kasus tersebut.
“Kita akan menunggu dan mendengarkan saksi – saksi lainnya. Kami berharap, agar majelis hakim dapat memeberikan keputusan yang seadil – adilnya dalam perkara ini untuk para terdakwa,” tegas Mangapul.
Diinformasikan, selain persidangan dengan terdakwa DP dan HS, juga digelar agenda sidang dengan terdakwa SP, JS, RG Dan TS yang yang dijerat pasal 2 Ayat 1 dan 2 junto pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang – Undang TPPU, atau Pasal 333 Ayat 3 KUHP. Untuk tersangka HG dan IS, dijerat dengan pasal 170 ayat 2 ke3 KUHP Atau Pasal 351 Ayat 3 KUHP, dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi. (Ahmad)