TribunMerdeka,, MEDAN – Sumatera Utara (Sumut) menyimpan segudang warisan budaya yang masih lagi dilestarikan oleh masyarakat hingga kini. Salah satu tempat yang masih kental akan budaya khas Batak Tobanya adalah Desa Meat, terletak di Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba Samosir, Balige, Provinsi Sumatera Utara. Lokasinya pun hanya berjarak sekira 31 menit dari Bandara Silangit.
Konsul Pelancongan Malaysia Medan, Hishamuddin Mustafa diundang untuk ikut menghadiri Meat Arts Festival 2021 sebagai tamu kehormatan pada 21 November 2021.
Kunjungan ini dalam rangka menjalin tourism diplomacy dan mempererat hubungan kerjasama yang sebelumnya telah dijalin antara Tourism Malaysia Medan dan Politeknik Wilmar Bisnis Indonesia (WBI).
Turut hadir juga dalam acara ini Direktur Politeknik WBI, Dr. Jenny Elizabeth dan Kepala Program Studi Pengelolaan Konvensi dan Acara (PKA) Politeknik WBI, Nukeu Novia Andriani.
Mahasiswa Pengelolaan Konvensi dan Acara, Politeknik WBI bekerjasama dengan Rumah Karya Indonesia telah menyelenggarakan Meat Arts Festival 2021 yang diselenggarakan pada 20-21 November 2021 di Desa Meat.
“Kegiatan ini sendiri dilancarkan sebagai upaya dalam melestarikan peninggalan leluhur sekaligus hiburan bagi masyarakat dan wisatawan,” kata Konsul Pelancongan Malaysia Medan Hishamuddin Mustafa, Jumat (26/11/2021).
Desa Meat adalah salah satu objek wisata di Toba yang indah dengan pantai dan susunan persawahan seperti Bali. Penduduk desa ini tak begitu banyak, kurang lebih hanya 88 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sekitar 200 jiwa, namun pesonanya sungguh luar biasa. Lokasinya menghadap langsung ke Danau Toba.
Desa ini juga disebut sebagai objek wisata “Desa Adat Ragi Hotang” yang menawarkan konsep rumah adat Batak Toba dengan ornamen tradisional yang khas.
Bukan hanya itu, Rumah Adat yang terdapat disana juga diketahui telah berusia ratusan tahun. Bahkan ada yang mencapai usia 300 tahun dan difungsikan sebagai homestay bagi wisatawan yang berkunjung.
Meat Arts Festival kali ini mengangkat tema Festival Ulos Ragi Hotang dengan menampilkan kearifan lokal dari aktifitas sehari-hari masyarakat Desa Meat.
Pada festival ini juga ditampilkan pertunjukan seperti Mini Opera Ulos Ragi Hotang dan pertunjukan Sendratari.
Sendratari ditampilkan lebih istimewa dengan menggambarkan proses mulai dari menanam padi hingga panen, marmahan, mardoton dan martonun serta diiringi musik tradisional yang sudah diaransemen agar terdengar lebih menarik.
Ulos Ragi Hotang hasil tenunan ibu-ibu Desa Meat merupakan produk unggulan yang dikerjakan dengan alat tenun tradisional yang terbuat dari kayu. Proses pengerjaan Ulos Ragi Hotang juga tidak mudah.
Pertama benang diunggas atau dijemur agar tidak berlilitan satu sama lain ketika diunggas. Benang kemudian melalui proses Mangkulhul, kemudian Manghasoli, lalu Mangani sebelum kemudian ditenun hingga menghasilkan Ulos Ragi Hotang dengan tekstur dan motifnya yang khas.
Kain traditional Batak Toba ini umumnya dipakai pada pesta pernikahan karena merupakan simbol pengikat bagi kedua pengantin untuk dapat hidup rukun dalam kehidupan pernikahan mereka..
Namun seiring dengan berkembangnya zaman, semakin sedikit masyarakat Desa Meat yang menenun ulos dikarenakan proses pengerjaan yang sulit dan memakan waktu lama.
Permintaan konsumen saat ini juga cenderung rendah sehingga para penenun ulos mulai beralih menjadi Mandar (penenun Sarung) yang peminatnya jauh lebih tinggi dan lebih murah di pasaran karena pengerjaannya yang mudah.
Pada kunjungannya, Hishamuddin juga mengungkapkan kekagumannya pada pemandangan Danau Toba yang bisa dilihat dari pesisir Desa Meat dan hamparan sawah padi tinggi juga keramahan penduduk sekitar.
“Saya yakin dengan pengelolaan dan promosi yang baik, Desa Meat pasti bisa menarik kunjungan wisatawan lokal dan internasional,”ungkapnya. (rel)