TribunMerdeka.com, MEDAN-Perlindungan investor sudah menjadi bagian dari tata kelola (best practice) di dunia pasar modal. Di Indonesia, komitmen perlindungan investor dijalankan secara paralel, baik oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Sebagai perpanjangan tangan negara, OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan bisa diselenggarakan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara (Sumut), Muhammad Pintor Nasution, Sabtu (2/4/2022).
Dijelaskannya, komitmen ini diselenggarakan OJK dengan mewujudkan sistem keuangan yang terus tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan tujuannya melindungi kepentingan masyarakat, termasuk para investor di pasar modal.
Sejalan dengan tujuan, tugas, dan fungsinya, OJK mempunyai kewenangan untuk mengawasi penyelenggaraan pasar modal agar berlangsung sesuai prinsip yaitu teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Jika prinsip-prinsip itu berjalan optimal, maka kepentingan dan hak investor akan terlindungi.
“Untuk memastikan prinsip-prinsip itu berjalan di pasar modal, OJK ditunjang perangkat hukum dan peraturan yang sangat memadai. Seperti diketahui, pasar modal termasuk industri yang didukung dengan aturan yang sangat memadai dan lengkap, dan terus disempurnakan,” katanya.
Pintor menyebut, dalam upaya memastikan hak-hak investor terlindungi, OJK juga menetapkan aturan main yang mendahulukan kepentingan investor dalam bertransaksi. Caranya dengan mengoptimalisasi aktivitas supervisi terhadap kegiatan pasar, terutama diarahkan pada pihak-pihak yang mempunyai peran berkaitan dengan perlindungan investor.
Untuk memastikan semua perangkat pendukung menjalankan tugas perlindungan investor, OJK memastikan penegakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) berjalan optimal. Sasaran OJK adalah agar investor dilindungi dari informasi sesat (Pasal 93 UUPM), manipulasi pasar (Pasal 91/92 UUPM), dan praktik transaksi efek curang seperti insider trading (Pasal 95/96 UUPM), dan penipuan (Pasal 90 UUPM).
Selain oleh OJK, perlindungan investor juga menjadi komitmen BEI sebagai otoritas penyelenggaraan bursa saham. Hal itu diwujudkan dengan pendirian PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI). Ini sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 49/POJK.04/2016 tentang Dana Perlindungan Pemodal dan POJK No. 50/POJK.04/2016 tentang Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal.
Peran perlindungan investor diselenggarakan oleh P3IEI sebagai Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal (PDPP) atau yang biasa dikenal dengan Indonesia Securities Investor Protection Fund (Indonesia SIPF) melalui penyelenggaraan Dana Perlindungan Pemodal (DPP).
Dana Perlindungan Pemodal (DPP) merupakan sekumpulan dana yang dibentuk untuk memberikan ganti rugi atas hilangnya aset investor yang dititipkan pada Kustodian (Perantara Pedagang Efek dan Bank Kustodian) yang menjadi Anggota DPP.
Pembentukan DPP tersebut berasal dari berbagai sumber, diantaranya kontribusi dana awal dari BEI, KPEI, dan KSEI selaku Self Regulatory Organization (SRO), kemudian dari iuran keanggotaan awal dan tahunan Anggota DPP.
“Sehingga dapat dibilang bahwa DPP adalah dana milik industri Pasar Modal Indonesia dan hanya digunakan demi kepentingan Pasar Modal Indonesia,” tukasnya.
Untuk memastikan hak investor dilindungi, pada saat investor merasa aset investasinya yang tercatat pada rekening atas nama investor itu sendiri tidak menunjukan jenis Efek yang sama dan/atau menunjukan jumlah yang lebih sedikit dari yang seharusnya dimiliki, maka investor terlebih dahulu dapat mengadukan kepada Kustodian yang bersangkutan atau dapat langsung mengadukan kepada OJK Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen apabila tidak ada kejelasan informasi dan penyelesaian dari pihak Kustodian.
Apabila pengaduan investor tersebut dinyatakan benar setelah dilakukan proses verifikasi dan investigasi oleh OJK, maka OJK akan mengeluarkan yang namanya surat pernyataan tertulis.
“Setelah keluarnya surat tersebut, barulah investor dapat diperbolehkan mengajukan klaim ganti rugi kepada Indonesia SIPF sebagai pengelola DPP,” ujarnya.
Indonesia SIPF berupaya memproses setiap pengaduan investor, memastikan kepatuhan terhadap peraturan serta SOP dan kode etik Penyelenggaraan Dana Perlindungan Pemodal. Untuk menjalankan tugas perlindungan investor, Indonesia SIPF bisa mewakili lembaga dalam urusan di tingkat pengadilan maupun di luar pengadilan saat proses klaim yang telah disetujui oleh OJK berlangsung.
Dalam menjalankan tugas, Indonesia SIPF juga berkoordinasi dengan OJK. Koordinasi yang dimaksud berkaitan dengan tahapan perlindungan, keanggotaan, cakupan perlindungan, maupun nilai pembayaran klaim milik nasabah.
Seperti halnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang bertugas melindungi hak nasabah perbankan, wilayah perlindungan Indonesia SIPF adalah para investor di bursa saham. Perlindungan Indonesia SIPF di pasar modal mencakup penjaminan aset yang tercatat berupa efek maupun dana yang ada di rekening nasabah (RDN).
“Untuk bisa mendapatkan jaminan perlindungan tersebut, investor diimbau untuk cermat memilih lembaga yang tepat dalam berinvestasi, yang tidak hanya terdaftar di OJK tetapi juga terdaftar sebagai Anggota DPP,” pungkasnya. (red)